Essay Pendopo Tedjakusuma


Mengintip Budaya Lewat Tedjo
Oleh : Rini Ambar P.
Layaknya pendopo pada umumnya, Pendopo Tedjakusuma menjadi tempat berkumpul, khususnya bagi mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta. Pendopo Tedjakusuma atau yang lebih sering disebut sebagai Pendopo Tedjo mempunyai tempat tersendiri di hati para mahasiswa.
Tempat yang teduh dan terbuka memberikan perasaan nyaman bagi para mahasiswa untuk mengerjakan tugas atau hanya sekedar santai melepas lelah setelah perkuliahan. Seperti tidak mengenal waktu, pendopo ini selalu ramai oleh hiruk-pikuk para mahasiswa.
Pada pagi hari hingga sore menjelang, tempat ini lebih banyak dijadikan tempat nongkrong. Pada malam harinya, tempat ini sering dipakai untuk acara-acara yang diadakan mahasiswa FBS. Acara yang diadakan sangat bermanfaat dan sebagian besar menyangkut kebudayaan, mengingat pendopo ini berada di fakultas yang kental akan kebudayaan.
Jika kita mau ikut dalam kegiatan-kegiatan yang ada, banyak ilmu dan pengetahuan yang akan kita dapat tentang kebudayaan yang sangat beragam. Dengan demikian, kebudayaan yang bangsa kita miliki dapat kita pelajari dan lestarikan sebagai aset Negara Indonesia.
Pendopo Tedjo sering dipakai anak seni tari untuk pemberian materi dan berlatih gerakan-gerakan tari. Ini menunjukkan bahwa pendopo Tedjo bukan semata-mata untuk berkumpul, tapi juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengetahui kesenian yang ada di Nusantara maupun yang ada di luar negeri, khususnya dalam bidang seni tari.
Salah seorang mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia mengatakan, “Dengan adanya Pendopo Tedjo, saya bisa tahu banyak tari-tarian yang ada, soalnya di daerah saya jarang ada pertunjukan kesenian, khususnya tari”. Pernyataan ini semakin memperkuat bahwa kita bisa belajar kebudayaan dari Pendopo.
Jika dilihat dari sudut pandang anak seni tari, Pendopo Tedjo bukan hanya sebagai tempat berlatih, tapi juga untuk menguji mental mereka. Banyaknya mahasiswa yang singgah di pendopo ini memberikan aura tersendiri bagi mereka. Pada dasarnya, seorang penari harus berani tampil di depan umum. Dengan mereka berlatih di pendopo, mereka bias melatih mental mereka agar untuk terbiasa tampil dihadapan umum.
Banyaknya mahasiswa yang berkumpul di tempat ini, memberi kesempatan bagi mahasiswa untuk belajar kebudayaan lain mengingat mahasiswa yang ada di UNY tidak hanya berasal dari Kota Yogyakarta atau hanya dari Pulau Jawa saja, tapi dari berbagai tempat di Indonesia maupun luar negeri.
Banyak sekali pelajaran yang bisa kita ambil dari Pendopo Tedjo. Dilihat dari segi arsitekturnya yang terbuka, ini menggambarkan sifat keterbukaan. Seperti yang dikatakan seorang budayawan, Sutanto Mendut yang merupakan Presiden Seniman Lima Gunung, menyatakan bahwa zaman dahulu filosofi Pendopo itu menunjukkan adanya keterbukaan, pertemuan dan wadah komunikasi bagi sang pemimpin untuk rakyat.
Dari sana, dapat kita lihat bahwa budaya zaman dahulu sangat kental dengan rasa kekeluargaan dan kerukunan. Sifat-sifat inilah yang telah luntur dari bangsa kita, menunjukkan betapa kuatnya pengaruh globalisasi.
Di era sekarang ini yang sangat memudahkan berkomunikasi, menjadikan kita malas untuk berinteraksi secara langsung. Oleh karena itu, kita harus mengapresiasi keberadaan Pendopo Tedjo ini, karena disini kita dapat merasakan kebersamaan dan menemukan rasa kekeluargaan antarmahasiswa yang saat ini sangat sulit didapatkan.




Guyang Jaran
di Desa Karangrejo

Guyang Jaran merupakan upacara adat yang ada di Desa Karangrejo Kabupaten Purworejo. Guyang = Memandikan, sedangkan Jaran = Kuda. Dilihat dari namanya, guyang jaran dapat diartikan memandikan kuda. Yang dimaksud kuda disini adalah kuda kepang yang dipakai dalam pertunjukan kuda lumping. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Grup Kesenian Kuda Lumping “Turonggo Seto” bersama warga desa secara rutin setiap tahun sekali pada bulan Sura (bulan pertama pada kalender Jawa. Tidak ada tanggal yang pasti, karena biasanya para sesepuh desa mendapatkan wisik / pesan gaib dari para leluhur kapan pelaksanaan kegiatan ini harus dilaksanakan.
Upacara adat ini termasuk unsur kesenian dalam kebudayaan, karena didalamnya terdapat unsur-unsur kesenian, yaitu: seni tari dan seni musik. Pada akhir acara guyang jaran ini diadakan pentas kuda lumping. Pentas kuda lumping merupakan gabungan dari seni tari dan seni musik. Seni musik di dalam kuda lumping ini menggunakan gamelan-gamelan, bukan alat musik modern yang bnayak dipakai saat ini.
Upacara Guyang Jaran ini mempunyai arti, sebagai berikut:
Ø  Pertama, sebagai wujud rasa terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kelangsungan dan keselamatan kesenian kuda lumping dan kehidupan masyarakat yang harmonis selama ini. 
Ø  Kedua, sebagai bentuk permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar grup kesenian dan masyarakat desa selalu mendapatkan keselamatan, kesejahteraan, kedamaian dan ketentraman, dan juga agar desa Karangrejo dapat menjadi desa yang gemah ripah loh jinawi
Ø  Ketiga, untuk membersihkan kelompok kesenian ini dari hal-hal yang tidak baik yang ditemui dalam setiap pementasan maupun keseharian selama satu tahun yang lalu. Semua kuda kepang dan alat yang digunakan dalam pementasan dicuci sebagai bentuk pembersihan tersebut.
Tata cara kegiatan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1. Ziarah ke makam para leluhur desa.
Ziarah ini dilakukan oleh para sesepuh desa yang dating ke makam desa Karangrejo yang berada di hutan rakyat dengan membawa bunga. Para sesepuh desa mengadakan ziarah dan doa bersama di makam para leluhur.  Makam leluhur yang dituju adalah makam Pangeran Dipokusumo/Imam Muhammad dan makam para nayaka praja (pejabat) Nagari Purworejo (sebutan dalam bahasa Jawa terhadap Kabupaten Purworejo pada jaman Hindia Belanda) yang dikebumikan di desa ini.
2.  Guyang Jaran
Pada prosesi ini, kuda kepang dikeluarkan dari ‘Kandang Jaran’. Kandang Jaran disini bukan dalam arti yang sesungguhnya, melainkan istilah lain dari rumah warga yang dijadikan tempat penyimpanan kuda kepang. Dari kandang jaran tersebut kuda kepang diarak dengan diiringi tetabuhan menuju ke pinggir sungai yang mengalir di desa Karangrejo yaitu sungai Bogowonto dan sungai Gading. Pada pertemuan antara 2 (dua) aliran sungai inilah Guyang Jaran akan dilaksanakan.
Penari dalam prosesi ini merupakan penari yang telah berusia lanjut/tua, karena yang ditampilkan dalam prosesi ini adalah tari tradisi/kuno. Menurut kepercayaan setempat, pementasan kuda kepang harus didahului dengan Tari Tradisi, setelah itu baru boleh menampilkan Tari Kreasi, yaitu tari yang telah mendapat sentuhan gerak modern.
3.  Wilujèngan
Wilujèngan (selamatan) merupakan kegiatan kenduri yang menghadirkan seluruh anggota kelompok kuda lumping dan masyarakat. Dilaksanakan pada malam hari setelah kegiatan Guyang Jaran. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan di Balai Desa Karangrejo dengan sajian makanan khas desa. Makan bersama ini menggunakan pincuk /daun pisang yang dibentuk menyerupai piring yang digunakan sebagai piring.
4.  Pentas
Pentas ini merupakan pergelaran oleh seluruh pemain dan pengrawit yang terdiri dari 3 (tiga) generasi, yaitu: generasi anak-anak, pemuda, dan orang tua. Mereka tampil secara bergantian. Ini menunjukkan kebersamaan baik dalam grup kesenian itu sendiri maupun antar grup kesenian dan masyarakat. Karena pementasan ini ditonton atau dinikmati oleh masyarakat luas. Hal ini juga menunjukkan proses regenerasi dalam grup atau kesenian kuda lumping di desa Karangrejo dan juga merupakan bentuk nyata dari upaya para sesepuh/orang tua dalam meneruskan atau melanggengkan kesenian ini. Pentas ini dilaksanakan di tanah lapang, dengan durasi lama dan biasanya dilaksanakan pada malam hari.
            Artefak atau alat-alat yang digunakan dalam upacara ini adalah, sebagai berikut:
a.      Alat Teraga Tari
1.      Kuda kepang. Benda ini terbuat dari anyaman bambu yang dibentuk menyerupai kuda dan diberi tali agar memudahkan penari dalam penggunaannya saat pentas.
2. Barongan. Barongan merupakan bagor (karung) yang diberi kepala menyerupai barong.
b.      Alat Musik
Alat musik yang digunakan dalam kuda lumping ini beraneka ragam, seperti: angklung, kempul, kendang, dan kecrik.
c.       Sesajen

Sesajen ini merupakan aneka makanan yang disediakan grup kesenian sebagai sajian untuk roh-roh para leluhur yang masuk ke dalam raga atau tubuh penari. Sesajen ini biasanya berupa makanan dan minuman. Ingkung (daging ayam yang masih utuh) merupakan makanan yang wajib ada dalam sesajen. Selain itu juga da kemenyan yang dibakar untuk memanggil roh-roh para leluhur.

Desa Wisata 'Desa Karangrejo'



Desa yang beralamat di Kota Purworejo ini terdapat banyak potensi alam yang dapat digali. tidak salah bila desa Karangrejo dijadikan desa wisata. di Desa Karangrejo kita dapat menikmati pemandangan yang indah seperti ada foto diatas. Selain itu, kita juga dapat belajar cara bertani dari masyarakat sekitar, mengingat pada era globalisasi ini banyak anak yang tidak tau cara bertani karena disibukkan oleh kehidupan mereka yang konsumtif. Kita lebih suka berbelanja daripada bermain dengan alam.
Ketika kita jenuh dengan segala aktiitas kita, Desa Karangrejo mampu menghilangkannya dengan pemandangan aam yang indah dan masih asri. Di desa ini terdapat berbagai permainan seperti: Flying Fox, Arung Jeram, Panjat Tebing, dan permainan Outbound lain ang tidak kalah seru. Disamping permainan-permainan, Desa Karangrejo juga mempunyai warisan budaya, yaitu Tari Dolalak 'Asri Budaya' dan 'Kuda Lumping'.
Penasaran?? Dateng aja ke Desa Karangrejoo.. nggak bakal nyesel koq ;)


Menara Eifel


Menara Eifel merupakan icon Kota Paris yang terkenal dengan tempat yang romantis :D
Kyaaaaa....!!!!! Cita-cita pengind kesana..

Sinopsis Novel Layar Terkembang

Layar Terkembang
(St.Takdir Alisjahbana)

            Akuarium di pasar ikan menjadi saksi pertemuan kakak beradik Tuti dan Maria dengan seorang setuden bernama Yusuf. Maria dan Tuti merupakan kakak beradik yang mempunyai sifat yang berbeda meski mereka merupakan anak Wiriatmaja. Semakin hari kedekatan Yusuf dan kedua kakak-beradik itu kian terihat, apalagi antara Maria dan Yusuf. Suatu hari Maria dan Yusuf pergi bersama ke sebuah air tejun dan merekapun menjadi seorang kekasih. Kemesraan mereka begitu jelas terlihat dari pancaran kebahagiaan yang terlihat di wajah mereka.
            Suatu hari, Maria menangis hanya karena Rukamah berbohong akan kedatangan Yusuf. Tuti marah akan hal itu karena seolah-olah perempuan menjadi budak laki-laki. Tutipun menasehati adiknya, akan tetapi nasehat itu malah menjadi awal pertengkaran hebat. Hari-hari setelah pertengkaran itu Tuti menjadi seseorang yang berbeda, dia sering melamun, senang menggendong sepupunya yang masih kecil seolah dia merindukan seorang anak juga seorang teman hidup hingga akhirnya dia bertemu Supomo, lelaki baik yang selalu ada untuknya. Ketika mereka pulang bersama, Supomo menyatakan perasaannya kepada Tuti dan ingin menikahi Tuti. Itu semua membuat Tuti berfikir keras dan telah membuatnya frustasi. Setelah berfikir dengan matang-matang, akhirnya Tuti memutuskan menolak permintaan Supomo. Di tengah kemelut hati Tuti, Maria jatuh sakit. Malaria yang dideritanya membuat TBC yang ada pada diri Maria pecah. Maria dibawa ke C.B.Z(Central Burgerlijk Ziekenhuis), tapi setela beberapa lama Maria di rujuk ke RS TBC perempuan di Pacet.
            Berbulan-bulan penyakit Maria tak kunjung sembuh malah setiap hari bertambah parah. Saat liburan. Tuti dan Yusuf menjadi semakin dekat karena mereka sama-sama sedih akan Maria yang sakit. Saat liburan, mereka menjeguk Maria. Maria sangat senang bisa bertemu dua orang yang sangat ia sayangi. Di Pacet, Tuti dan Yusuf menginak di rumah seorag suami istri, Ratna dan Saleh. Di sana, Tuti mulai sadar bahwa tidak semua istri menjadi budak suami. Seperti halnya Ratna, meski ia seorang istri tapi ia tetap bisa berkarya dan masih memiliki kebebasan. Berbeda dengan apa yang ada dibayangan Tuti selama ini.
            Liburan akan segera habis, Tuti dan Yusuf bermaksud berpamitan kepada Maria untuk kembali mengurusi egiatan mereka. Akan tetapi Maria menahan kedua tangan mereka dan menyatukan tangan tersebut seraya berkata Tuti dan Yusuf harus bersatu dalam ikatan perkawinan. Meski hatinya sakit mangatakan hal itu, tapi tetap ia lakukan karena ia tau bahwa umurnya tidak akan lama lagi. Benar saja setelah ia mengatakan keingnannya itu, Malaikat maut datang menjemputnya. Awalnya Tuti dan Yusuf merasa keberatan akan permintan itu, akan tetapi setelah melihat ke dalam hati mereka masing-masing akhirnya mereka menyadari perasaan mereka. Di hari yang cerah, mereka datang ke tempat peristirahatan Maria untuk memohon restu akan pertunagan mereka.

Komentar:
            Novel ini dikemas dengan bahasa yang indah juga menggunakan setting yang menarik. Tokoh-tokoh yang ada di dalamnya juga banyak menginspirasi kita untuk menjalani kehidupan ini dengan baik dan berguna bagi lingkungan sekitar. Pesan moral yag disampikan penuli juga dapat diterima pembaca karena cara penyampaiannya yang tidak membosankan juga mudah untuk dimengerti.

Copyright 2009 Pokem's Blog. All rights reserved.
Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates