A Little Thing Called Love


Film : A Little Thing Called Love
Kru
Sutradara: Puttipong Pormsaka Na-Sakonnakorn and Wasin Pokpong
Penulis: Puttipong Pormsaka Na-Sakonnakorn and Wasin Pokpong
Produser: Somsak Tejcharattanaprasert and Panya Nirankol
Sinematografi: Reungwit Ramasudh
Pemeran Utama
Mario Maurer sebagai Khun Shone

Pemeran pembantu

Sudarat Budtporm sebagai Guru Inn
Tangi namonto sebagai Guru Phol
Pijitra Siriwerapan sebagai Guru Orn
Acharanat Ariyaritwikol sebagai Top
Kachamat Pormsaka Na-Sakonnakorn sebagai Pin
Yanika Thongprayoon sebagai Faye
Sinopsis
A Little Thing Called Love
Khun Nam pada tahun pertamanya di M.1 (1 SMP) jatuh cinta pada seniornya di M.4 (1 SMA), Khun Shone. Shone adalah pecinta hewan dan orang yang sangat peduli.  Dengan segala cara Nam melakukan sesuatu agar bisa melihat dan berbicara dengan Shone. Nam dibantu teman akrab akrabnya, Cheer, Gei, dan Nim. Mereka mencoba mempraktekkan buku “9 resep Cinta.
Setiap Nam ingin mendekati Shone, selalu ada Faye yang menghalanginya, seperti saat Nam ingin pulang bersama Shone, Faye berpura-pura kakinya terkilir agar pulang bersama Shone. Cheer. Gei, dan Nim mencoba segala cara untuk membuat Nam cantik. Saat pemilihan ekstrakulikuler, Nam dan teman-temannya memilih tari, tapi mereka tidak diterima karena ulah Faye. Akhirnya mereka ikut drama sekolah dan Nam mendapat peran Putri Salju. Dengan kemampuan Pin, seorang kakak kelas seni rupa, Pin mulai terlihat cantik.
Semakin hari Nam semakin cantik, banyak yang suka kepadanya, termasuk Top teman Shone yang baru saja pindah ke sekolah itu. Top menyatakan cintanya pada Nam. Meski Nam tidak menjawab pernyataan cinta Top, tapi Top menganggapnya telah menerima dia sebagai seorang kekasih. Mulai saat itu, Shone, Top, dan Nam sering pergi bersama. Hingga pada saat ulang tahun Cheer, Nam tidak bisa datang merayakannya. Itu semua membuat Nam jauh dari sahabat-sahabatnya.
Suatu ketika, saat Shone mengadakan acara api unggun bersama teman-temannya, Top mencium pipi Nam. Itu membuat Nam marah dan mengatakan bahwa ia tidak mencintai Top. Top menemui Shone dan berkata pada Shone agar tidak pernah pacaran dengan Nam, karena dia tidak mau sahabat karibnya pacaran dengan perempuan yang dia cintai. Sejak kejadian itu, Nam mulai dekat kembali dengan sahabat-sahabatnya yang dulu sempat menjauh.
Ayah Shone mengatakan Shone akan sekolah ke Bangkok dalam waktu dekat. Begitupun Nam. Dia mendapat peringkat 1 dan akan pergi ke Amerika menyusul ayahnya yang telah lama tidak ia temui. Kelulusan sudah tiba, Nam menyatakan cintanya pada Shone di kolam renang. Tapi, ternyata Shone telah jadian dengan Pin. Itu membuat Nam hancur.
 Saat pulang, Shone bertemu manager Bangkok Glass di rumahnya. Manager itu menjemput Shone pergi ke Bangkok. Sebelum ia pergi meninggalkan negaranya, ia ingin memberikan album foto yang berisi foto-foto Nam sejak ia masih jelel hingga dia cantik dan disukai banyak orang. Itu semua menunjukkan perasaannya yang sesungguhnya. Album itu Shone letakkan di depan rumah Nam dan ia pergi meninggalkan negaranya tanpa berpamitan pada Nam.
Sembilan tahun kemudian, Nam menjadi designer terkenal di New York dan ia diundang oleh salah satu talk show. Dalam talk show tersebut, Nam dipertemukan kembali dengan Shone yang telah berhasil dalam Bangkok Glass dan menjadi fotografer. Nam bertanya apakah Shone sudah menikah, Shone menjawab dia sedang menunggu seseorang yang yang datang dari USA (Nam). Merekapun akhirnya dapat bersatu.



Sinopsis novel Pulang


Pulang
(Toha Muhtar)

   Sebelum menjadi heiho Jepang, Tamin tinggal di sebuah desa yang terletak di lereng Gunung Wilis. Setelah tujuh tahun pergi meninggalkan desanya, ia pulang ke tanah kelahirannya yang selama ini ia rindukan. Ketika ia memasuki rumahnya, semua keluarganya terkejut melihat dirirnya, karena mereka hampir menganggap bahwa Tamin telah gugur di medan perang. Kini, ia berkumpul lagi dengan kedua orangtuanya dan adiknya, Sumi. Banyak cerita yang terlewatkan selama 7 tahun. Pardan, sahabatnya, telah gugur saat perangan melawan Belanda, sedangkan sahabatnya, Gamik, menang dalam mengusir Belanda dari tanahnya.
Keesokan harinya, Tamin membersihkan halaman rumah dan merapikan kandang. Semua sapi yang dulu keluarganya miliki kini telah dijual untuk memenuhi kehidupan mereka. Untuk itu, Tamin berencana pergi ke kota membeli sapi untuk membajak sawahnya seperti dulu. Namun ternyata, sawahnya telah digadaikan karena mereka tidak punya pilihan lain. Dengan menjual kalung peninggalan mendiang istrinya, Tamin menebus sawah yang telah menjadi warisan dari leluhurnya. Esok harinya, Tamin menjalankan apa yang telah ia rencanakan.
Sawah yang selama ini membuat Tamin rindu, telah kembali menjadi milik keluarganya. Tamin menggarap sawahnya dengan gembira dan sungguh-sungguh.  Setiap malam, ia menyanyi tembang jawa, Asmaradana, untuk menghibur diri. Keadaan keluarga Taminpun semakin membaik sejak kepulangan Tamin. Setiap pagi, Tamin telah sibuk menggarap sawahnya dan ketika siang tiba, Sumi datang membawakan makan siang untuk Tamin. Suatu hari, Sumi datang bersama Isah yang membuat Tamin jatuh cinta. Sejak saat itu, Tamin selalu menunggu pertemuannya dengan Isah meski hanya sejenak.
Suatu hari, Tamin diajak Pak Banji menghadiri sebuah rapat untuk merundingkan perbaikan makam Gamik. Rapat berjalan dengan lancer hingga mendapat sebuah kesepakatan. Setelah rapat selesai, acara dilanjutkan dengan perbincangan ringan antarwarga. Disana Tamin diminta menceritakan pengalaman hidupnya selama tujuh tahun ia meninggalkan desa. Tamin bingung, karena ia takut menceritakan bahwa ia menjadi heiho yang berarti sebuah penghianatan. Akhirnya, Tamin mengarang cerita untuk menutupi bahwa ia ikut andil membela Belanda.
Tamin merasa bersalah dan semakin hari semakin gundah. Akhirnya, ia memutuskan pergi meninggalkan desa. Sampai di tepi Begawan, Tamin bertemu dengan penarik getek. Dia diajak ikut bersama tukang getek itu dan sampailah ia di kota. Di sana, ia bekerja di sebuah gudang.
Pada suatu hari ia bertemu dengan Pak Banji. Kebetulan Pak Banji ada keperluan di kota. Pak Banji mengajaknya pulang karena kepergiannya telah membuat keluarganya sedih. Pak Banji memberikan kabar bahwa ayah Tamin telah tiada. Selama Tamin pergi, para warga telah membantu memanen sawah Tamin. Penduduk sama sekali tidak mengambil hasil dari sawah Tamin. Hal itu membuat Tamin sadar bahwa kekhawatirannya selama ini tidak masuk akal. Tamin menyesali perbuatannya selama ini.
Akhirnya Tamin pulang kembali ke desanya. Tamin pergi ke makam ayahnya. Ia menghadap makam ayahnya dan berjanji akan merawat sawahnya, seperti amanah ayahnya dahulu. Dengan hati yang lapang, ia berjanji tidak akan lagi meninggalkan desanya.

Komentar :

            Novel ini mengajarkan kita untuk selalu bersikap jujur. Karena dengan kejujuran, kita akan merasa tenang. Sebuah kebohongan akan menciptakan kebohongan-kebohongan yang lain dan akan membuat hidup kita tidak tenang, karena dihantui oleh rasa bersalah. Dari novel ini, kita bisa mengetahui kebudayaan yang ada di pedesaan. Bagaimana pola hidup mereka dan adat-adat yang ada, seperti gotong royong yang mulai luntur pada saat ini. Selain itu, novel ini juga mengandung unsur nasionalisme yang dikemas dalam perjuangan Gamik melawan Belanda.

Sinopsis novel Lembah Hijau

Lembah Hijau
(Nursjamsu)

          Diusianya yang masih 12 tahun, Ujang harus hidup sendiri. Ibu dan ayahnya telah meninggal. Ujang hanya punya pekarang, kambingnya ‘Si Putih’, dan dua ayamya ‘Si Bintik-Bintik’. Meski ia yatim piatu, ia tetap bersekolah seperti nasihat ibunya, walaupun Pak Mamat mengejeknya. Selain sekolah, ia juga merumput untuk kambingnya juga kambing Pak Wira untuk mendapatkan uang guna menyambung hidup. Tapi, ia berhenti merumput untuk kambingnya Pak Wira, karena Pak Wira tidak membayar upahnya lagi.
            Semakin hari, uang Ujang semakin habis. Lalu, ia melihat buah nangka yang ada dibelakang pondoknya yang hampir masak. Ia berfikir akan menjual buah itu ketika sudah masak. Tapi, ketika sudah matang, buah itu hilang dicuri orang. Kesedihannya belum hilang saat Pak Mamat mengajaknya bekerjasama. Pak Mamat ingin menanami tanah Ujang dengan kacang tanah dan hasilnya dibagi dua. Ujang setuju dan untuk menyambung hidupnya sebelum kacang tanah siap panen, ia menjual ayamnya Si Bintik-bintik. Selain itu, dia juga bekerja di pasar sebagai kuli angkut. Tapi, setiap penghasilannya selalu dibagi dua dengan preman pasar yang selalu mengancamnya.
            Kacang tanah sudah siap panen. Ujang sempat bertanya akan harga kacang itu kepada sang pemborong. Ia hitung-hitung uang yang akan diterimanya cukup untuk hidup dan untuk membayar sekolahnya. Tapi, ternyata Pak Mamat melakukan kecurangan dalam membagi hasilnya. Hari berikutnya, kambingnya dicuri oleh orang yang telah membeli kacang tanahnya. Ujang sangat terpukul dan kehilangan kepercayaan terhadap orang-orang. Ia merasa tidak ada lagi orang yang baik di dunia ini. Akhirnya, ia memutuskan pergi ke Jakarta untuk mencari orang baik. Ia menumpang truk yang akan pergi ke Jakarta dengan membawa bekalnya seadanya. Sesampainya di Jakarta, ia hanya berjalan mengikuti hatinya hingga ia sampai di depan sebuah rumah. Tiba-tiba ada tukang becak yang berhenti dan minum dari guci yang ada di depan rumah itu. Melihat itu semua, Ujang menganggap bahwa pemilik rumah itu baik, ternyata setelah ia bertemu dengan pemilik rumah prasangkanya salah.
Ujang memutuskan pergi ke kali untuk mandi, tapi karena airnya keruh, ia mengurungkan niatnya. Perlahan, air matanya menetes bersama air hujan yang membasahi tubuhnya. Dari bawah jembatan, ada suara yang memanggilnya untuk berteduh. Ujang menghampiri suara itu. Ia disambut oleh seorang wanita. Ujang mulai nyaman ketika ia tidur bersama wanita itu. Ia merasa mendapat kasih sayang dari seorang ibu. Tapi, lagi-lagi kepercayaan itu hancur. Ketika ia membuka matanya, wanita itu telah hilang beserta bekalnya yang ia bawa dari kampung. Ujang pergi dan sampai di depan sebuah Rumah Yatim Piatu. Ia merasa mendapat apa ynag ia cari selama ini. Ternyata tidak.
Ia keluar dari Rumah Piatu itu dan bertemu dengan Pak Arif. Seorang guru yang tinggal bersama anaknya, Iwan. Ujang menceritakan semua kisahnya kepada Pak Arif. tentang ketidakpercayaannya lagi pada manusia. Pak Arif memberi nasihat kepada Ujang untuk tidak menghakimi orang hanya dengan satu  bukti saja dan Ujang menerima nasihat itu. Selama satu tahun Ujang bersama Pak Arif, hingga ia bertemu dengan Ibu Marni. Wanita yang telah mencuri uangnya saat di kolong jembatan. Ibu Marni memberi penjelasan atas kejadian itu dan mengembalikan semua uang Ujang yang telah berbunga menjadi banyak karena Ibu Marni sangat menyesal atas kejadian itu. Ibu Marni juga mengangkat Ujang menjadi anaknya.
Saat liburan sekolah, Ujang diajak berlibur ke pondoknya oleh Ibu Marni beserta Iwan. Saat itulah semua prasangka Ujang tentang keburukan orang-orang kampungnya hilang. Pak Mamat yang dulu mencuranginya mengaku salah dan mengembalikan uang Ujang. Begitupun Pak Pak Wira mengakui kesalahannya. Sedangkan preman pasar yang telah mengambil setengah dari hasil kerjanya, kini telah di penjara. Ternyata semua nasihat Pak Arif benar. Itulah yang dirasakan Ujang. Kini ia lebih ringan menjalani hari-harinya.

Komentar:

Banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari novel ini. Ujang yang tak pernah putus asa menyambung hidupnya, meski ia selalu saja ditipu oleh orang-orang sekitarnya. Pak Arif juga mengajarkan kepada kita untuk tidak menghakimi orang lain hanya dengan satu bukti saja. Dia mengajari kita untuk melihat dari sudut pandang orang yang bersalah agar kita dengan mudah dapat memaafkan kesalahan mereka. Setiap manusia mempunyai sisi baik dan sisi buruk. Jadi, kita harus melihat dari kedua sisi, jangan hanya dari satu sisi agar kita dapat menjalani hidup ini dengan baik. Novel ini juga memberituhu kita bahwa setiap perbuatan kita pasti akan ada balasannya. Entah itu di dunia atau di akhirat.
Copyright 2009 Pokem's Blog. All rights reserved.
Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates