Sinopsis novel Pulang


Pulang
(Toha Muhtar)

   Sebelum menjadi heiho Jepang, Tamin tinggal di sebuah desa yang terletak di lereng Gunung Wilis. Setelah tujuh tahun pergi meninggalkan desanya, ia pulang ke tanah kelahirannya yang selama ini ia rindukan. Ketika ia memasuki rumahnya, semua keluarganya terkejut melihat dirirnya, karena mereka hampir menganggap bahwa Tamin telah gugur di medan perang. Kini, ia berkumpul lagi dengan kedua orangtuanya dan adiknya, Sumi. Banyak cerita yang terlewatkan selama 7 tahun. Pardan, sahabatnya, telah gugur saat perangan melawan Belanda, sedangkan sahabatnya, Gamik, menang dalam mengusir Belanda dari tanahnya.
Keesokan harinya, Tamin membersihkan halaman rumah dan merapikan kandang. Semua sapi yang dulu keluarganya miliki kini telah dijual untuk memenuhi kehidupan mereka. Untuk itu, Tamin berencana pergi ke kota membeli sapi untuk membajak sawahnya seperti dulu. Namun ternyata, sawahnya telah digadaikan karena mereka tidak punya pilihan lain. Dengan menjual kalung peninggalan mendiang istrinya, Tamin menebus sawah yang telah menjadi warisan dari leluhurnya. Esok harinya, Tamin menjalankan apa yang telah ia rencanakan.
Sawah yang selama ini membuat Tamin rindu, telah kembali menjadi milik keluarganya. Tamin menggarap sawahnya dengan gembira dan sungguh-sungguh.  Setiap malam, ia menyanyi tembang jawa, Asmaradana, untuk menghibur diri. Keadaan keluarga Taminpun semakin membaik sejak kepulangan Tamin. Setiap pagi, Tamin telah sibuk menggarap sawahnya dan ketika siang tiba, Sumi datang membawakan makan siang untuk Tamin. Suatu hari, Sumi datang bersama Isah yang membuat Tamin jatuh cinta. Sejak saat itu, Tamin selalu menunggu pertemuannya dengan Isah meski hanya sejenak.
Suatu hari, Tamin diajak Pak Banji menghadiri sebuah rapat untuk merundingkan perbaikan makam Gamik. Rapat berjalan dengan lancer hingga mendapat sebuah kesepakatan. Setelah rapat selesai, acara dilanjutkan dengan perbincangan ringan antarwarga. Disana Tamin diminta menceritakan pengalaman hidupnya selama tujuh tahun ia meninggalkan desa. Tamin bingung, karena ia takut menceritakan bahwa ia menjadi heiho yang berarti sebuah penghianatan. Akhirnya, Tamin mengarang cerita untuk menutupi bahwa ia ikut andil membela Belanda.
Tamin merasa bersalah dan semakin hari semakin gundah. Akhirnya, ia memutuskan pergi meninggalkan desa. Sampai di tepi Begawan, Tamin bertemu dengan penarik getek. Dia diajak ikut bersama tukang getek itu dan sampailah ia di kota. Di sana, ia bekerja di sebuah gudang.
Pada suatu hari ia bertemu dengan Pak Banji. Kebetulan Pak Banji ada keperluan di kota. Pak Banji mengajaknya pulang karena kepergiannya telah membuat keluarganya sedih. Pak Banji memberikan kabar bahwa ayah Tamin telah tiada. Selama Tamin pergi, para warga telah membantu memanen sawah Tamin. Penduduk sama sekali tidak mengambil hasil dari sawah Tamin. Hal itu membuat Tamin sadar bahwa kekhawatirannya selama ini tidak masuk akal. Tamin menyesali perbuatannya selama ini.
Akhirnya Tamin pulang kembali ke desanya. Tamin pergi ke makam ayahnya. Ia menghadap makam ayahnya dan berjanji akan merawat sawahnya, seperti amanah ayahnya dahulu. Dengan hati yang lapang, ia berjanji tidak akan lagi meninggalkan desanya.

Komentar :

            Novel ini mengajarkan kita untuk selalu bersikap jujur. Karena dengan kejujuran, kita akan merasa tenang. Sebuah kebohongan akan menciptakan kebohongan-kebohongan yang lain dan akan membuat hidup kita tidak tenang, karena dihantui oleh rasa bersalah. Dari novel ini, kita bisa mengetahui kebudayaan yang ada di pedesaan. Bagaimana pola hidup mereka dan adat-adat yang ada, seperti gotong royong yang mulai luntur pada saat ini. Selain itu, novel ini juga mengandung unsur nasionalisme yang dikemas dalam perjuangan Gamik melawan Belanda.

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright 2009 Pokem's Blog. All rights reserved.
Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates