Guyang Jaran
di Desa Karangrejo
Guyang Jaran merupakan upacara adat yang ada di Desa
Karangrejo Kabupaten Purworejo. Guyang = Memandikan, sedangkan Jaran
= Kuda. Dilihat dari namanya, guyang jaran dapat diartikan memandikan
kuda. Yang dimaksud kuda disini adalah kuda kepang yang dipakai dalam
pertunjukan kuda lumping. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Grup Kesenian Kuda
Lumping “Turonggo Seto” bersama warga desa secara rutin setiap tahun sekali
pada bulan Sura (bulan pertama pada kalender Jawa. Tidak ada tanggal yang
pasti, karena biasanya para sesepuh desa mendapatkan wisik /
pesan gaib dari para leluhur kapan pelaksanaan kegiatan ini harus dilaksanakan.
Upacara adat ini termasuk unsur kesenian dalam kebudayaan,
karena didalamnya terdapat unsur-unsur kesenian, yaitu: seni tari dan seni musik.
Pada akhir acara guyang jaran ini diadakan pentas kuda lumping. Pentas kuda
lumping merupakan gabungan dari seni tari dan seni musik. Seni musik di dalam
kuda lumping ini menggunakan gamelan-gamelan, bukan alat musik modern yang
bnayak dipakai saat ini.
Upacara Guyang Jaran ini mempunyai arti, sebagai berikut:
Ø Pertama, sebagai
wujud rasa terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kelangsungan dan
keselamatan kesenian kuda lumping dan kehidupan masyarakat yang harmonis selama
ini.
Ø Kedua, sebagai
bentuk permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar grup kesenian dan masyarakat
desa selalu mendapatkan keselamatan, kesejahteraan, kedamaian dan ketentraman,
dan juga agar desa Karangrejo dapat menjadi desa yang gemah ripah loh
jinawi.
Ø Ketiga, untuk membersihkan kelompok
kesenian ini dari hal-hal yang tidak baik yang ditemui dalam setiap pementasan
maupun keseharian selama satu tahun yang lalu. Semua kuda kepang dan alat yang
digunakan dalam pementasan dicuci sebagai bentuk pembersihan tersebut.
Tata cara kegiatan
yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1.
Ziarah ke makam para leluhur desa.
Ziarah ini dilakukan oleh para sesepuh desa yang dating ke
makam desa Karangrejo yang berada di hutan rakyat dengan membawa bunga. Para sesepuh
desa mengadakan ziarah dan doa bersama di makam para leluhur. Makam
leluhur yang dituju adalah makam Pangeran Dipokusumo/Imam Muhammad dan makam
para nayaka praja (pejabat) Nagari Purworejo (sebutan dalam
bahasa Jawa terhadap Kabupaten Purworejo pada jaman Hindia Belanda) yang
dikebumikan di desa ini.
2.
Guyang Jaran
Pada
prosesi ini, kuda kepang dikeluarkan dari ‘Kandang Jaran’. Kandang Jaran disini
bukan dalam arti yang sesungguhnya, melainkan istilah lain dari rumah warga
yang dijadikan tempat penyimpanan kuda kepang. Dari kandang jaran tersebut kuda
kepang diarak dengan diiringi tetabuhan menuju ke pinggir sungai yang mengalir
di desa Karangrejo yaitu sungai Bogowonto dan sungai Gading. Pada pertemuan
antara 2 (dua) aliran sungai inilah Guyang Jaran akan dilaksanakan.
Penari dalam prosesi ini merupakan penari yang telah berusia
lanjut/tua, karena yang ditampilkan dalam prosesi ini adalah tari tradisi/kuno.
Menurut kepercayaan setempat, pementasan kuda kepang harus didahului dengan Tari Tradisi, setelah itu baru boleh
menampilkan Tari Kreasi, yaitu tari
yang telah mendapat sentuhan gerak modern.
3.
Wilujèngan
Wilujèngan
(selamatan) merupakan kegiatan kenduri yang menghadirkan seluruh anggota
kelompok kuda lumping dan masyarakat. Dilaksanakan pada malam hari setelah
kegiatan Guyang Jaran. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan di Balai Desa
Karangrejo dengan sajian makanan khas desa. Makan bersama ini menggunakan pincuk /daun
pisang yang dibentuk menyerupai piring yang digunakan sebagai piring.
4.
Pentas
Pentas
ini merupakan pergelaran oleh seluruh pemain dan pengrawit yang terdiri dari 3
(tiga) generasi, yaitu: generasi anak-anak, pemuda, dan orang tua. Mereka
tampil secara bergantian. Ini menunjukkan kebersamaan baik dalam grup kesenian
itu sendiri maupun antar grup kesenian dan masyarakat. Karena pementasan ini
ditonton atau dinikmati oleh masyarakat luas. Hal ini juga menunjukkan proses
regenerasi dalam grup atau kesenian kuda lumping di desa Karangrejo dan juga
merupakan bentuk nyata dari upaya para sesepuh/orang tua dalam meneruskan atau
melanggengkan kesenian ini. Pentas ini dilaksanakan di tanah lapang, dengan
durasi lama dan biasanya dilaksanakan pada malam hari.
Artefak atau alat-alat yang
digunakan dalam upacara ini adalah, sebagai berikut:
a.
Alat Teraga Tari
1.
Kuda kepang. Benda
ini terbuat dari anyaman bambu yang dibentuk menyerupai kuda dan diberi tali
agar memudahkan penari dalam penggunaannya saat pentas.
2.
Barongan. Barongan merupakan bagor (karung)
yang diberi kepala menyerupai barong.
b.
Alat Musik
Alat musik yang
digunakan dalam kuda lumping ini beraneka ragam, seperti: angklung, kempul, kendang,
dan kecrik.
c.
Sesajen
Sesajen ini merupakan
aneka makanan yang disediakan grup kesenian sebagai sajian untuk roh-roh para leluhur
yang masuk ke dalam raga atau tubuh penari. Sesajen ini biasanya berupa makanan
dan minuman. Ingkung (daging ayam yang masih utuh) merupakan makanan yang wajib
ada dalam sesajen. Selain itu juga da kemenyan yang dibakar untuk memanggil
roh-roh para leluhur.
4 komentar:
aaayyeee :v
apaan? koment kaya gitu kon ngoment balik?
hahahaha lainnya dong
lainnya apa? cerpen? ra gebleg
Posting Komentar