Di
Bawah Kaki Pak Dirman
(Nasjah Djamin)
Antologi cerpen ini terdiri dari lima belas cerpen, yaitu: Pertemuan,
Turunan-turunan Bangsawan, Debu Berembun Berlabuh, Di Bawah Kaki Pak Dirman,
Malatan Abstrak, Repo dan Lusi, Orang-orang Gila, Penyelundup Risau, Napitupulu
Maupassant, Lengganglah hati di Malioboro, Dialog-dialog di Empero, Cerita
Belum Bernama, Pengawal Malam, Sepasang Hari sebelum Lebaran, dan Tape Ayu.
Hampir semua setting cerita di Yogyakarta. Malioboro menjadi setting yang
paling sering digunakan Nasjah Djamin dalam menulis cerpennya. Setting waktunya
pun kebanyakan malam, seperti pada cerpen “Di Bawah Kaki Pak Dirman”.
Cerpen-cerpen yang terangkum dalam buku ini menceritakan nasionalisme Bangsa
Indonesia. Menggambarkan bagaimana kehidupan pahlawan-pahlawan yang ikut
berjuang merebut kemerdekaan meski nama mereka tidak dikenal seperti orang
mengenal Nama Pangeran Diponegoro. Pahlawan kemerdekaan yang diceritakan disini
kebanyakan dari daerah dan hanya rakyat biasa. Seperti yang diceritakan dalam
cerpen “Di Bawah Kaki Pak Dirman”. Dalam cerpen ini diceritakan bagaimana
seorang laki-laki biasa yang sudah berkeluarga ikut membantu perjuangan
Diponegoro dan gugur di medan perang. Meski namanya tidak terkenal, namun ia
tetap pahlawan yang harus kita hargai.
Tokoh-tokoh yang dihadirkan Nasjah Djamin merupakan orang-orang yang mempunyai
jiwa nasionalisme yang tinggi. Meski mereka dari kalangan bawah, mereka tetap
peduli terhadap Negara. Mereka juga sangat menghargai perjuangan
pahlawan-pahlawan ynag telah gugur di medan perang dengan cara mereka sendiri.
Salah satunya dengan ikut menjaga tulang-tulang pahlawan yang akan dipindahkan
meski hanya menjaganya dari kejauhan.
Nasjah Djamin mengajak kita unutk kembali mengenang dan member apresiasi
tertinggi untuk pahlawan-pahlawan yang berjuang merebut tanah air dari tangan
penjajah. Ia ingin membangkitkan rasa nasionalisme pembaca dengan menghadirkan
cerita-cerita dahulu ketika bangsa Indonesia sedang dijajah.
0 komentar:
Posting Komentar