Di Kaki Bukit Cibalak
Penulis :
Ahmad Tohari
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2005
Di
sebuah desa di kaka bukit Cibalak, yaitu Desa Tanggir, sedang dilangsungkan
pemilihan kepala desa. Pak Dirga terpilih menjadi kepala desa. Tidak seperti
yng diharapkan, kepala desa yang baru ternyata sama saja liiknya dengan kepala
desa yan dulu. Dia menggunakan segala macam cara untuk mendapat keuntungan
pribadi.
Pambudi
merupakan pengurus koperasi desa Tanggir. Ia tidak sepaham dengan Pak Dirga.
Suatu ketika, ada seorang warga Tanggir yang datang ke koperasi dengan maksud
meminjam beras. Mbok Ralem namanya. Beras itu akan digunakan untuk biaya
pengobatannya. Namun, Pak Dirga tidak memberikan pinjaman itu Karena hal itu,
Pambudi keluar dari kepengurusan koperasi. Jiwa sosialnya tergugah untuk
menolong Mbok Ralem. Ia membawa Mbok Ralem pergi ke Jogja untuk mendapat
perawatan.
Di
sebuah Rumah Sakit, Mbok Ralem diperiksa, ternyata bengkak yang ada pada lehernya
adalah kanker. Pambudi berusaha mencari dana dengan membuat dompet sosial di
koran harian Kalawarta. Di sana ia di sambut baik oleh Pak Barkah, kepala
redaksi. Dompet sosial itu ternyata mendapat sambutan baik dari masyarakat dan
dengan uang yang ada, Mbok Ralem dapat dioperasi untuk mengangkat kanker yang
menyerang tubuhnya. Pambudi dan Mbok Ralem pun kembali ke Tanggir.
Berita
tentang Mbok Ralem telah menyebar di Tanggir. Hal itu ternyata membuat Pak
Dirga semakin membenci Pambudi. Dia pun mencoba segala cara agar Pambudi keluar
dari Tanggir, mulai dari mengguna-gunai, sampai mempersulit keluarga
Pambudi. Akhirnya, Pambudi memilih ergi ke Yogyakarta. Di sana ia menumpang
pada Topo, sahabatnya. Atas saran Topo, Pambudi memutuskan untuk melanjutkan
sekolahnya. Sebelum ia masuk perkuliahan, dia bekerja di toko arloji milik
nyonya Wibawa. Di toko arloji itu, dia mengenal Mulyani yang merupakan anak
nyonya Wibawa. Semakin hari
mereka semakin dekat. Hingga Pambudi memutuskan untuk bekerja di harian
Kalawarta dan meninggalkan toko arloji tersebut. Mulyani merasa kehilangan atas
kepergian Pambudi.
Pambudi pulang ke Tanggir untuk
sekedar menengok keluarganya. Ternyata, ia tengah difitnah menggelapkan uang
sebesar Rp125.000,00, padahal sebenarnya uang itu dipakai Pak Dirga untuk
kampanyenya dulu saat pemilihan kepala desa. Satu hal lagi yang membuat Pambudi
hancur. Sanis, seorang gadis yang ia cintai ternyata sudah menikah dengan Pak
Dirga. Akhirnya, Pambudi memutuskan kembali ke Jogja dan berniat membersihkan
namanya dengan membuat artikel mengenai cela-cela yang ada di Desa Tanggir. Hal
itu berhasil dan membuat Pak Dirga dipecat dari jabatannya.
Desa Tanggir pun lepas dari
kelicikan Pak Dirga. Pambudi kembali ke desanya setelah ia lulus menjadi
sarjana muda. Sayangnya, ayah Pambudi telah meninggal karena jatuh di dekat
sumur. Namun, Pambudi menerima semuanya dengan ikhlas. Lurah desa Tanggir kini
telah diganti oleh seorang pemuda bernama Hadi.
Meski Sanis telah diceraikan Pak
Dirga, namun Pambudi sudah tidak mencintainya lagi. Kini perasaannya lebih
tertarik kepada Mulyani. Ternyata, perasaan Mulyani pun sama. Mereka pun
akhirnya bersatu menjadi seorang kekasih.
0 komentar:
Posting Komentar